Suara Karya
Di bulan puasa itu, sering kita dengar kalimat 'Berbuka puasalah dengan
makanan atau minuman yang manis,' katanya. Konon, itu dicontohkan Rasulullah
saw. Benarkah demikian?
Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab
(kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau
berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau
meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Nabi Muhammad Saw berkata : "Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah
berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah
dengan air, maka sesungguhnya air itu suci."
Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau
berbuka puasa dengan air. Samakah kurma dengan 'yang manis-manis'? Tidak.
Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate) . Sebaliknya, gula
yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis yang biasa kita
konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana (simple
carbohydrate) .
Darimana asalnya sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak jelas.
Malah berkembang jadi waham umum di masyarakat, seakan-akan berbuka puasa
dengan makanan atau minuman yang manis adalah 'sunnah Nabi'. Sebenarnya
tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka puasa dengan makanan manis-manis
yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.
Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka puasa 'disunnahkan'
minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan saya, Rasulullah
mencontohkan buka puasa dengan kurma atau air putih, bukan yang manis-manis.
Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis. Kurma segar merupakan
buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak
menggemukkan (data
<http://www.weight- loss-advisor. com/weightlossar ticles/date- nutrition.
htm> di sini dan <http://www.thefruit pages.com/ chartdates. shtml> di
sini).
Tapi kurma yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan
Ramadhan sudah berupa 'manisan kurma', bukan lagi kurma segar. Manisan kurma
ini justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet
dalam perjalanan ekspornya. Jadi, kalau mau mengikuti sunnah Rasulullah,
sebisa mungkin carilah kurma yang tanpa ditambahkan kandungan gula. Caranya?
Nggak tau. Metik dari pohonnya, ngkali?
Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan?
Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat
sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen, perlu diproses
sehingga makan waktu. Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar gula
darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak sehat. Kalau
karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya pelan-pelan.
Mari kita bicara 'indeks glikemik' (glycemic index/GI) saja. Glycemic Index
(GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin
tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah
menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respons
insulin.
Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat
menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa
mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa?
Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.
Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari mereka.
Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan gula
(makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) , sehingga respon
insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat
cepat merespon untuk menimbun lemak.
Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi Allah
'ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila berbuka
puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat
maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan pernah makan yang
manis-manis, karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban beliau.
Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia
adalah 'manisan kurma', bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan gulanya
sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.
Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks. Perlu waktu untuk
diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak
melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh untuk
menabung lemak juga rendah.
Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan puasa yang justru lemaknya
bertambah di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang, bokong, paha,
belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena langsung membanjiri tubuh
dengan insulin, melalui makan yang manis-manis, sehingga tubuh menimbun
lemak, padahal otot sedang mengecil karena puasa.
Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat seperti
'buah pir', penuh lemak di daerah pinggang. Karena waham umum masyarakat
yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah 'sunnah', maka
puasa bukannya malah menyehatkan kita. Banyak orang di bulan puasa justru
menjadi lemas, mengantuk, atau justru tambah gemuk karena kebanyakan gula.
Karena salah memahami hadits di atas, maka efeknya 'rajin puasa = rajin
berbuka dengan gula.'
Ingin 'Kurus'
Melenceng dikit dari topik blog ya. Dikit aja. Itung-itung bonus.
Untuk sahabat-sahabat yang ingin kurus: jangan diet (dalam pengertian
mengurangi frekuensi makan). Diet justru menambah kecenderungan tubuh untuk
menabung lemak karena 'dilaparkan'. Ketika diet memang makanan tidak masuk,
tapi begitu makanan masuk, kecenderungan tubuh untuk menimbun lemak dari
makanan justru lebih besar.
Rahasia kurus sebenarnya adalah menjaga agar respon insulin dalam tubuh
stabil, tidak melonjak-lonjak. Caranya, hanya makan makanan yang member
respon insulin rendah, yaitu yang indeks glikemiknya rendah.
Respon insulin tubuh meningkat bila:
(1) Makin tinggi jumlah karbohidrat yang dimakan dalam satu porsi, makin
tinggi pula respon insulin tubuh (ini umumnya porsi kita di Indonesia: lebih
dari 70 persen dari satu porsi makannya adalah nasi).
Makanya, makanlah dengan karbohidrat cukup lima puluh persennya saja.
Sisanya protein, dan 5-10 persennya lemak. Lemak ini cukup dari lemak yang
terkandung dalam daging yang kita makan, misalnya. Atau kuning telur. Tidak
perlu menambah minyak atau memakan lemak hewan (yang justru buruk
pengaruhnya bagi tubuh). Lemak (sedikit!) masih diperlukan untuk mengolah
beberapa nutrisi dan vitamin, dan untuk membawa nutrisi ke seluruh tubuh.
(2) Semakin tinggi GI (Glycemic Index) karbohidrat yang dikonsumsi, semakin
meningkat pula respon insulin tubuh. Makanya, makan hanya makanan yang
GI-nya rendah. Nanti saya jelaskan di bawah.
(3) Semakin jarang makan, semakin meningkat respon insulin setiap kali
makan.
Ini sebabnya diet (dalam pengertian: mengurangi frekuensi makan supaya
kurus) tidak akan pernah berhasil untuk jangka lama. Setelah diet selesai,
tubuh justru akan cenderung lebih gemuk dari sebelum diet. Supaya kurus
(baca: supaya respon insulin tidak melonjak) justru harus makan lebih sering
(4-5 kali sehari) tapi dengan porsi setengah atau sepertiga porsi biasa,
dengan karbohidrat maksimal 50 persen saja setiap porsi.
Kalau respon insulin tubuh sudah stabil, maka tinggal diatur: kalau ingin
kurus, kalori yang masuk harus lebih sedikit dari kalori makanan yang
dibutuhkan untuk aktivitas sehari hari. Tambah dengan olahraga teratur untuk
membakar lemak berlebih dalam tubuh, dan memperbesar otot. Otot membutuhkan
energi, maka makin terlatih otot, ia akan makin mengkonsumsi lemak dalam
tubuh kita untuk energi.
Sebaliknya kalau ingin memperbesar otot (bukan gemuk) atau mengencangkan
badan, maka kalori yang masuk harus agak lebih banyak dari jumlah kalori
yang akan kita pakai untuk aktivitas selama sehari, agar otot mengalami
pertumbuhan. Otot sendiri dirangsang pertumbuhannya dan 'kekencangannya'
dengan olahraga teratur. Perbanyak protein agar pertumbuhan otot optimal.
Karbohidrat cukup diposisikan sebagai bahan pemberi energi, bukan untuk
mengenyangkan perut.
Lucu ya: kalau ingin kurus atau memperbaiki bentuk badan, termasuk
menumbuhkan otot, justru harus makan lebih sering dengan porsi kecil.
Makan yang mengandung lemak, goreng-gorengan, kanji, atau karbohidrat
sederhana seperti gula, manisan, minuman ringan bersoda dan sebangsanya itu
sudah out of the question. Kalau kita jarang makan, atau makan tidak teratur
dan sekalinya makan 'balas dendam habis-habisan', ya justru respon insulin
kita juga melonjak dan membuat tubuh jadi menimbun lemak.
Sekali lagi, baik ketika berbuka puasa atau dalam makanan keseharian,
makanlah makanan yang seimbang: 50 persen karbohidrat kompleks, 40-45 persen
protein dan 5-10 persen lemak dalam setiap porsinya. Jauhilah karbohidrat
sederhana sebisa mungkin. Kalaupun harus makan karbohidrat sederhana karena
butuh energi cepat carilah yang nilai indeks glikemiknya rendah.
Karbohidrat kompleks membutuhkan waktu untuk diubah tubuh menjadi energi.
Dengan demikian, makanan diproses pelan-pelan dan tenaga diperoleh sedikit
demi sedikit. Dengan demikian, kita tidak cepat lapar dan energi tersedia
dalam waktu lama, cukup untuk aktivitas sehari penuh. Sebaliknya,
karbohidrat sederhana menyediakan energi sangat cepat, tapi akan cepat
sekali habis sehingga kita mudah lemas. Maka, ketika makan sahur, jangan
makan yang banyak mengandung gula, karena kita akan cepat lemas. Makanlah
karbohidrat kompleks (protein jangan dilupakan!) sehingga kita tetap
berenergi sampai waktu berbuka.
Karbohidrat sederhana, GI tinggi (energi sangat cepat habis, respon insulin
tinggi: merangsang penimbunan lemak) adalah: sukrosa (gula-gulaan) , makanan
manis-manis, manisan, minuman ringan, jagung manis, sirop, atau apapun
makanan dan minuman yang mengandung banyak gula. Hindari, puasa atau tidak
puasa.
Karbohidrat sederhana, GI rendah (energi cepat, respon insulin rendah):
buah-buahan yang tidak terlalu manis seperti pisang, apel, pir, dan
sebagainya. Sekarang ngerti kan, kenapa para pemain tenis dunia, pemain
bola, pemain basket atau pelari sering terlihat 'ngemil pisang' di pinggir
lapangan? Karena mereka butuh energi cepat, tapi nggak ingin badannya gembul
berlemak.
Karbohidrat Kompleks, GI tinggi (energi pelan-pelan, tapi respon insulinnya
tinggi): Nasi putih, kentang, jagung.
Karbohidrat Kompleks, GI rendah (energi dilepas pelan-pelan sehingga tahan
lama, respon insulin juga rendah): Gandum, beras merah, umbi-umbian,
sayuran. Ini yang paling dicari para praktisi fitness.
Makanan yang diproses pelan-pelan (karbohidrat kompleks) akan membuat kita
tidak cepat lapar dan energi dihabiskan cukup untuk aktivitas satu hari
penuh; respon insulin rendah membuat tubuh kita tidak cenderung untuk
menabung lemak.
Kalau saya pribadi, sahur cukup dengan oatmeal gandum (ditambah gula
sedikiiiiiit) , atau roti coklat gandum, dua atau tiga butir telur rebus
(kuningnya saya hancurkan dan ditebarkan di rumput untuk makanan semut-semut
di halaman rumah), sayuran segar, dan air putih. Ini sudah cukup untuk
membuat tenaga saya tidak habis sampai buka puasa karena energi dari
karbohidrat kompleksnya (gandum) akan dilepas pelan-pelan ke dalam tubuh
sepanjang hari. Ketika berbuka, sesuai anjuran Rasulullah dan sufi tadi,
saya biasanya minum segelas air, lalu shalat maghrib. Setelah shalat makan
nasi seperti biasa, sebisa mungkin dengan porsi
karbohidrat- protein-lemak- air proporsional. Dan tentu tidak untuk 'balas
dendam' karena puasa seharian. Ini justru saat yang penting untuk melatih
melawan keinginan hawa nafsu 'makan sekenyang-kenyangny a'. Belajar sabar.
Waham Umum
Oke, kembali ke topik. Nah, saya kira, "berbukalah dengan yang manis-manis"
itu adalah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka
diatas. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa (disunahkan)
berbuka harus dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini menjadi
waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru di tengah masyarakat.
Yang jelas, 'berbukalah dengan yang manis' itu disosialisasikan oleh slogan
advertising banyak sekali perusahaan makanan di bulan suci Ramadhan.
Namun demikian, sekiranya ada di antara para sahabat yang menemukan hadits
yang jelas bahwa Rasulullah memang memerintahkan berbuka dengan yang
manis-manis, mohon ditulis di komentar di bawah, ya. Saya, mungkin juga para
sahabat yang lain, ingin sekali tahu.
Semoga tidak termakan waham umum 'berbukalah dengan yang manis'. Atau lebih
baik lagi, jangan mudah termakan waham umum tentang agama. Periksa dulu
kebenarannya.
Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah: "Makanlah hanya ketika lapar,
dan berhentilah makan sebelum kenyang." Juga, isi sepertiga perut dengan
makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya biarkan kosong.
"Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar barulah
makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang," kata Rasulullah.
"Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang
belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah
sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga
lagi untuk nafasnya." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam
Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma'di Kasib)
Semoga bermanfaat..
Wassalaamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
08 September 2008
'Waspada Makanan Manis Bagi Orang Berpuasa'
Label:
Info n Pengetahuan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar